
Salah satu cara melestarikan ( Nguri-uri ) Budaya Jawa khususnya di Desa Pangkalan adalah saat prosesi pernikahan. Ambil contoh, salah satu warga desa yang tengah melangsungkan pesta pernikahan pada hari ini, Jumat, 2 November 2018 telah mempraktekkan adat Jawa.
Sriyanto ( 29 tahun ),putra Bp. Suyoto ( selaku Ketua RW 02 ) telah menikah dengan Ida Rofiana ( 20 tahun ) warga RT 01 RW 02 Desa Pangkalan.
Adapun adat Jawa yang dimaksudkan diawali dengan pencak silat dua orang,yakni dari pihak penganten putra membawa ayam jago bertarung untuk mengambil beras yang dibawa dari pesilat penganten putri. Maknanya bahwa seorang perjaka yang ingin memperistri harus butuh perjuangan dan pengorbanan untuk bisa memperolehnya,semua harus dengan usaha,bukan dengan cuma-cuma atau bermalas – malasan.
(Gb. Aksi Silat Ayam)
Prosesi selanjutnya adalah pertemuan ( Temon ). Yakni mempertemukan penganten putra dan putri disatu tempat yang sama.Ini mengandung arti bahwa setelah perjuangan berhasil,mereka bisa bersatu untuk menempuh perjuanagan hidup yang baru dengan diarungi bersama,baik senang maupun susah.Untuk menambah modal awal hidup,dilanjutkan istilah loro pangkon.Yaitu para kelurga serta tamu memberikan uang sekedarnya kepada kedua penganten,ditampung dengan kain yang dipangku.Tak lupa juga ada prosesi mencuci kaki penganten putra oleh penganten putri.Ini sebagai simbol bahwa istri harus patuh dan taat pada suami selama diajak dijalan kebaikan.
(Gb. Loro Pangkon )
Prosesi di akhiri denga Do’a untuk penganten dengan harapan dijadikan keluarga yang sakinah.
Sangat disayangkan saya belum bisa melihatnya langsung
lain waktu bisa menyaksikan.